Dari seorang teman di Facebook, mungkin selama ini sedikit-sedikit kita sudah 
merasakannya sendiri, keganjilan-keganjilan dalam kehidupan ini. Tak sepele, 
menyangkut persoalan kita-kita seluruh bangsa.
Saya pernah ngobrol-ngobrol dengan teman seorang jurnalis muslim yang 
tergabung di Jurnalis Islam Bersatu yang tahu peta media di Indonesia. Dia 
bilang begini, “Semua orang media sudah tahu, dia dipersiapkan oleh media untuk 
jadi presiden, soft campaign, sejak di Solo, hanya orang lugu saja yang 
tidak tahu. Makanya ketika Pemilukada Jakarta kita tidak pilih, karena kita 
yakin usia jabatannya tidak akan sampai 5 tahun.”
“Kok tahu?”
“Ya iyalah, kita sudah tahu planning tim sukses di balik 
layarnya.”
“Setiap yang ditampilkan di TV itu ada dapur olahannya. Bersyukur kita 
sedikit tahu cara olahannya di dapur, yang banyak memakai bahan pemanis, pewarna 
buatan yang berlebihan, makanya kita nggak makan.”
Rasanya beda enak banget, eh jangan-jangan pakai penyedap berlebihan. Tahan 
ya tidak cepat basi, jangan-jangan pakai formalin. Warnanya bagus, cerah, tidak 
kusam, mungkin pakai pewarna tekstil.
Kalau beli sayur jangan memilih yang terlalu bagus, mungkin pakai pestisida 
dan pupuk kimia berlebihan, pilih saja yang agak kena ulat.
Terlalu murah, jangan-jangan curian, atau jangan-jangan imitasi. Terlalu 
menggiurkan, jangan-jangan terjebak investasi bodong.
Baru masuk got saja, wartawan berdesak-desakan memotret. Pejabat lain yang 
biasa ikut kerja bakti sungguhan, bahkan ikut mengevakuasi mayat-mayat korban 
tsunami, sepi dari liputan. Mengembalikan gitar ke KPK, heboh bukan main, 
mengembalikan mobil dan uang miliaran, sepi-sepi saja. Blusukan, merakyat, 
sederhana, menjadi buah bibir, dipuja-puja media. Mengapa ada saja kebaikannya 
yang diblowup besar-besaran?
Jangan remehkan keganjilan meski tak seberapa, bisa jadi ada sesuatu yang 
besar dibaliknya. Apa yang tak wajar, kemungkinan ada problem di baliknya, ada 
yang tersembunyi. Tampil memukau, mungkin untuk memperdaya.
Tak mesti curiga, tapi waspada. Tak dibuat-buat, tapi apa adanya. Wajar bukan 
rekayasa. Daripada hebat, tapi akting.
Kita hanya manusia biasa. Banyak hal yang tidak kita ketahui dalam kehidupan. 
Kita bisa terkecoh, kita bisa saja salah dalam menganalisa, bisa keliru dalam 
mengambil keputusan. Tetapi kita punya hati, agar menggunakan akal sehat 
semaksimal mungkin. Tak menerima begitu saja, cermati proses di dapurnya. 
Berorientasi pada substansi, bukan kemasan belaka.
Meski bukan yang terbaik, tetapi yang paling tepat. Tak fantastis, tapi 
realistis. Dengan apa adanya, dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Berpikir ulang akan risiko. Karena Jokowi itu terlalu baik, membuat saya ragu 
memilih produk tersebut. (dakwatuna)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar