“Akan lebih terasa enak bagi tubuh, jika berbuka 
puasa jangan langsung makan banyak.” Begitulah yang saya dengar dari 
suatu ceramah Ramadhan beberapa tahun lalu.
Ketika tiba waktu 
berbuka, banyak dari kita yang melakukan aksi “balas dendam”. Di samping
 seharian sudah menahan lapar, berbagai hidangan istimewa biasanya siap 
tersaji, sudah menjadi kebiasaan di bulan puasa. Begitu tiba waktu start, maunya langsung tancap gas dan ngebut.
Untuk
 mesin saja, misalnya motor tua, setelah lama tak dipakai, tidak baik 
langsung dibuat kebut-kebutan. Sebaiknya, mesin dipanasi dulu. Begitu 
juga lambung. Setelah lama istirahat, sebaiknya tidak langsung dihantam 
dengan makanan banyak dan berat. Tidak baik bagi pencernaan. Sehingga 
perlu beradaptasi dulu.
Rasulullah mengawali berbuka dengan hanya beberapa butir kurma atau meminum air. “Adalah
 Rasulullah berbuka dengan Ruthab (kurma basah) sebelum shalat. Jika 
tidak terdapat Ruthab, maka beliau berbuka dengan Tamr (kurma kering). 
Maka, jika tidak ada kurma kering beliau meneguk air.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Mengapa kurma? Yang bukan orang Arab bisa protes. Mengapa bukan kolak?
Kurma
 mudah dicerna dan memulihkan pasokan energi bagi tubuh. Kalau kolak, 
kandungan lemak di dalam santan akan sulit dicerna. Sehingga dari sisi 
kesehatan, mengawali berbuka dengan kolak sangat tidak dianjurkan. 
Keunggulan lain, kurma adalah karbohidrat kompleks, berbeda dengan 
makanan manis pada umumnya. Berbuka dengan kurma tidak menyebabkan kadar
 gula darah melonjak naik.
Masih banyak keunggulan lain kurma dari
 sisi kandungan nutrisi yang dikandungnya. Memang sulit untuk menemukan 
makanan pengganti yang sama baiknya dengan kurma. Yogurt  dan buah 
tertentu yang mudah dicerna dan memiliki karakter hangat bisa menjadi 
alternatif pengganti.
Dengan mengikuti sunah Rasul dalam berbuka, 
memilih makanan pembuka yang tepat dan tidak langsung makan banyak, 
banyak hal positif yang bisa kita dapatkan. Puasa tidak membuat kita 
menunda shalat Maghrib, badan akan terasa lebih enak, sekaligus lebih 
menumbuhkan rasa kesabaran, pengendalian diri dan keikhlasan.
Tidak
 langsung disibukkan dengan makan, membawa kebaikan bagi ruh, jiwa, 
maupun jasad kita. Malam lebih ringan untuk beribadah, siangnya lebih 
nyaman untuk beraktifitas.
Di balik sunah Rasulullah yang 
kelihatannya sederhana, ternyata ada hikmah yang luar biasa. Sebaliknya,
 banyak hal yang sudah menjadi kebiasaan kita manusia modern, ternyata 
di kemudian hari diketahui ketidakbaikannya. Banyak hikmah yang 
tersembunyi dari sunah-sunah Rasul. Banyak diantaranya yang belum kita 
ketahui, bahkan terkadang seolah-olah bertentangan dengan logika, 
keinginan dan hawa nafsu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar