Semestinya membuahkan rasa syukur, mengingatkan tentang keberuntungan, mengerti rasa sebuah pertolongan, saat terselamatkan dari keadaan genting. Kursi terakhir, menanti dengan harap-harap cemas untuk mendapatkannya, bertaruh pada sisa suara memperebutkan satu kursi yang tersisa.
Agar menjadi cambuk untuk kerja
keras, berbuat sebaik mungkin. Kursi terakhir, memang ia bersama dengan kursi
pertama dalam gerbong, tapi sesungguhnya ia dekat dengan kursi pertama yang terdepak,
dekat dengan sebuah penyesalan. Kursi terakhir yang terangkut, meski menempati
gerbong paling belakang. Memandang kursi pertama yang terdepak, mesti merasakan
sungguh sebuah karunia.
Menjadi pelajaran, sebelum
kehilangan benar-benar terjadi. Pelajaran tentang abai dan waspada dalam sebuah
kompetisi. Tak ada tempat untuk bersantai, bukan waktunya untuk main-main. Tak ada
zona aman sebelum usai, tak boleh sedikit pun lengah. Bersiap dan waspada akan
segala kemungkinan terburuk, akan tantangan yang tak terduga. Mungkin ia menjadi kursi terakhir yang sesungguhnya, akhirnya
terlempar dari gerbong.
Menjadi penggugah, agar tak
menyia-nyiakan kesempatan, kesempatan terakhir yang dimiliki, mungkin itu
terjadi. Untuk menumbuhkan semangat, totalitas dalam melayani, dan menjalankan
amanah dengan sebaik-baiknya. Tak mengulangi kesalahan, agar perjalanan
senantiasa berlanjut, memiliki kesempatan untuk meneruskannya.
Tantangan untuk bisa menjawab,
ketika nilainya dipertanyakan. Tantangan untuk berbuat, ketika dipandang sebelah
mata. Pengorbanan menjadi sebuah keharusan. Untuk menjawab pertanyaan, apakah
akan terus melaju menuju kursi pertama ataukah akan terlempar dan tenggelam,
ajal bagi sebuah gerakan dakwah.
Dakwah ini tak kan terhenti, akan
terus melaju, memang benar demikian. Tapi wasilah dakwah bisa berganti, tak ada
jaminan. Menjadi peringatan bagi para penempuh jalannya, agar ajal tak terburu menghampiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar