Tak disangka tak dinyana, jengkol menjadi sebuah fenomena yang menggemparkan hingga kalangan pejabat di negeri ini. Baru kali ini harga jengkol yang berlipat ‘menggoyang’ dunia perekonomian kita. Sejak zaman dahulu, barang sepele sebangsa jengkol belum pernah menjadi suatu fenomena besar.
Rasa-rasanya sebagian besar
masyarakat kita tidak terlalu butuh jengkol. Seberapa pun mahalnya, nggak ambil
pusing. Beda dengan beras, sehari saja tidak makan nasi, rasanya tetap belum
makan meski menyantap beragam makanan lainnya. Wajar jika program Sehari Tanpa
Nasi di Kota Depok menuai berbagai keluhan hingga protes dari masyarakatnya. Bahkan
bagi yang tidak doyan jengkol, digratiskan pun tetap tidak doyan, enek banget,
apalagi baunya saja sudah mengganggu.
Tapi faktanya segelintir orang
tetap ada yang menjadi pecandu jengkol. Betapapun mahal harganya, tetap harus bersusah
mencarinya. Orang lain menilainya aneh, tidak bisa dinalar. Mengapa tidak memburu
makanan lain yang lezat-lezat saja. Tapi begitulah selera kita masing-masing,
terkadang tidak bisa saling mengerti.
Rasa-rasanya jengkol ini ada
kemiripannya dengan PKS, partainya para pemuda yang aneh bagi komunitasnya. Di
saat sebagian besar generasi muda mengisi waktu luangnya dengan main-main, tak
jauh-jauh dari hal-hal yang bersifat entertainment, segelintir anak muda yang
sudah kecanduan PKS seleranya menjadi beda. Ketika kebanyakan pemuda menikmati
masa mudanya dengan hal-hal yang serba menyenangkan dan hura-hura, main,
pacaran, nonton, dengerin musik, segelintir pecandu PKS malah berkutat dengan
hal-hal seperti ngaji, baca buku, menghafal Al Qur’an, rajin ke masjid dan
seabreg tugas lain. Orang lain mungkin berpikir masa muda waktunya hura-hura,
rajin ibadah kalau sudah tua saja, tapi para pecandu PKS sejak belia sudah
harus berkutat dengan agenda-agenda di masyarakatnya, sejak dari bakti sosial
hingga menjadi relawan bencana. Orang lain mungkin menilai hal tersebut sangat
membosankan, terkekang, nggak gaul, dan sumpek banget, tapi para pecandu PKS
sangat menikmati kebahagiaan dari berbagai aktivitas yang dilakukan.
Ketika memandang pohon jengkol,
sepertinya juga mengingatkan tentang pohon dakwah yang kita bina. Ketika
seseorang menanam pohon jengkol, yang akan memanen buah dari pohon yang ia
tanam bukanlah dirinya. Paling cepat, yang akan memetik buah jengkol dari pohon
yang ia tanam adalah cucunya, bahkan generasi sesudahnya. Mengingatkan tentang
jalan dakwah ini yang begitu panjang, belum tentu generasi yang menanam pohon
dakwah ini yang memetik buahnya juga, bisa jadi pohon dakwah ini berbuah pada
masa generasi sesudah kita. Di sinilah pentingnya motivasi, kesabaran dan
keikhlasan bagi para penanam pohon jengkol dan juga pohon dakwah ini. Para
penanamnya bukanlah orang yang mementingkan diri sendiri atau mengutamakan
kepentingan sesaat, tetapi sebuah pengorbanan untuk masa depan, meraih hasil di
hari esok, bahkan di akherat kelak.
Dan bagaimana harga jengkol yang
bisa lebih mahal dari harga daging sekalipun, tanpa mempromosikannya, tak ada
iklan untuk menarik orang-orang membeli jengkol, namun nyatanya para pemilik
jengkol seperti mendapat rejeki yang tak disangka-sangka sebelumnya. Begitu
pula dengan dakwah yang kita bina, tatkala kebanyakan manusia tidak membutuhkan
bacaan Al Qur’an kita, dzikir kita, sholat kita, tatkala berhadapan dengan
dunia yang semakin pragmatis, yang ditanyakan hanyalah uang dan materi, bansos,
aspirasi dan semacamnya. Sia-siakah doa kita, tilawah kita, qiyamul lail kita
tatkala masyarakat tidak membutuhkannya, mengapa kita bersusah payah melakukan
semua itu. Tidakkah mengandalkan politik uang saja, membangun pencitraan,
iklan, permainan media, untuk mencapai tujan kita. Namun sebagaimana jengkol,
bisa jadi suatu hari nanti amal-amal yang sepele di hadapan manusia itu
mengundang pertolonganNya, dari arah yang tak disangka-sangka, pintu kemenangan
yang seolah mustahil menjadi mudah.
Jadi bagi para pecandu jengkol
dan juga pecandu PKS, nikmati saja keanehan ini meski kebanyakan manusia tak
mengerti kenikmatan yang dirasakan.(dakwatuna)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar