Penanganan kasus korupsi yang
cepat, tegas, cekatan, hingga menghajar para pelakunya tanpa ampun merupakan
impian segenap elemen anti korupsi di negeri ini. Meski sayangnya dambaan
tersebut selama ini baru berupa mimpi yang berhadapan dengan upaya
pemberantasan korupsi yang masih belum sesuai harapan. Sementara penanganan
kasus korupsi yang menimpa PKS bergulir dengan kecepatan maksimal, menerjang
hingga akar-akarnya yang paling dalam. Apakah penanganan kasus korupsi PKS ini
merupakan kabar gembira tentang upaya pemberantasan korupsi yang telah berubah menjadi
profesional?
Jika selama ini segala urusan
yang menyangkut pemberantasan korupsi pada umumnya terkesan lelet, jalan di
tempat, tebang pilih, tidak menyentuh inti persoalan, hingga dakwaan dan vonis
yang dijatuhkan tidak memadai, maka penanganan kasus korupsi PKS justru
berkebalikan dari hal-hal tersebut. Mengapa demikian, dan apa yang membuatnya
berbeda? Disinilah kedewasaan dan kejelian kita teruji, apakah kita hanya akan
terombang-ambing oleh opini media beserta agenda di belakangnya. Kebencian
terhadap korupsi semestinya tidak membuat kita menutup mata terhadap
kejanggalan-kejanggalan sekecil apapun dalam penanganan kasus korupsi,
semestinya membuat kita lebih utuh dan cermat menyikapi situasi yang
berlangsung.
Jika saat ini PKS teramat identik
dengan korupsi, berbagai kasus dan skandal, sebenarnya pernah terjadi hubungan
dan sejarah istimewa antara PKS dan berbagai elemen anti korupsi di negeri ini.
Ketika pemberitaan media yang sangat gencar mengenai image PK hingga (kemudian
menjadi PKS) sebagai komunitas yang bersih dan jujur, partai ini pernah menjadi
ikon anti korupsi di negeri ini, menjadi tumpuan harapan sebagian masyarakat
akan terwujudnya Indonesia yang bebas korupsi, pada masa-masa indah penuh kisah
menakjubkan bak di negeri dongeng. Terlepas dari adanya pencitraan media pada
masa itu, harus diakui memang ada spirit anti korupsi yang sangat kuat dan khas
pada partai ini. PKS membesar dari citra anti korupsi yang dimilikinya.
Dalam kondisi yang tidak bisa
menafikkan tingginya biaya politik, secara umum PKS mengantarkan kadernya
menduduki posisi di legislatif dan eksekutif dengan biaya yang jauh lebih
rendah dibanding kekuatan politik lain. Dari PKS lebih banyak lahir sosok-sosok
sederhana yang menjadi anggota dewan atau pejabat. Anggota dewan yang berangkat
ke kantor dengan motor bututnya atau naik angkutan umum, kepala daerah yang
tinggal di rumah teramat sederhana atau rumah kontrakan, sosok-sosok yang teguh
menolak suap dan mengembalikan gratifikasi hingga tunjangan bermasalah,
sosok-sosok yang menjadi satu-satunya orang yang selamat dari proses hukum di
saat semua rekannya terjerat kasus korupsi.
Kekuatan anti korupsi yang
dimiliki PKS adalah riil mengakar di masyarakat, bukan sekedar lembaga dengan kewenangan
yang dimilikinya ditopang oleh peraturan perundang-undangan yang bisa
berubah-ubah tergantung pengambil kebijakan. Bukan sekedar sekelompok orang yang
membuat LSM atau mengadakan kajian yang melontarkan wacana dan teriakan tentang
pemberantasan korupsi, melakukan protes dan demo, tetapi riil sebagai pelaku
penyelenggara negara, birokrasi, di legislatif dan eksekutif. PKS juga memiliki
peran besar mengedukasi dan mengontrol ratusan ribu kadernya serta jutaan masyarakat
dan umat tentang perilaku anti korupsi, hingga mendudukkan orang-orang bersahaja
pada posisi-posisi berpengaruh di lembaga legislatif, eksekutif, keagamaan dan
kemasyarakatan.
PKS merupakan aset yang cukup
signifikan bagi upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. Apakah kemudian potensi
kekuatan anti korupsi yang dimiliki PKS
akan bisa dikelola secara efektif, ataukah akan mengendur dan tenggelam
secara perlahan-lahan ke dalam dunia pragmatis dan korup, ataukah akan porak
poranda oleh serangan balik kekuatan pro korupsi, atau bahkan kedua hal
tersebut yang menimpa PKS sekaligus? Namun bagaimanapun PKS dan oknum-oknumnya
melakukan kesalahan dan penyimpangan, sisa-sisa spirit anti korupsi di antara
puing-puing reruntuhannya semestinya dipandang sebagai aset yang harus
diselamatkan semaksimal mungkin untuk memperkuat perjuangan segenap elemen anti
korupsi. Apalagi bila borok dan noda yang perpampang mencolok dalam diri PKS
sebenarnya bagian dari permainan, konspirasi, festivalisasi dan jebakan
kekuatan pro korupsi. Apa yang menimpa mantan ketua KPK Antasari Azhar
sebenarnya bisa menjadi pembelajaran bagi segenap elemen anti korupsi, ketika
begitu mudahnya kita menafikkan jasa beliau, bahkan ikut memojokkan tatkala
beliau sedang menjadi bulan-bulanan sendirian.
Dengan demikian semua elemen
bangsa yang peduli pada upaya pemberantasan korupsi baik perorangan, lembaga
atau LSM, semestinya memberikan perhatian khusus kepada PKS. Jangan sampai aset
PKS ini terhanyut dalam dunia yang pragmatis dan korup sementara elemen anti
korupsi yang lain membiarkan tanpa merasa kehilangan, bahkan ikut mendorong
menenggelamkannya. Juga jangan sampai aset PKS ini sendirian menjadi
bulan-bulanan menghadapi serangan kekuatan pro korupsi, bahkan terjerumus tanpa
sadar dalam permainan yang rumit penuh intrik, fitnah dan tipu daya, sehingga sesama
elemen anti korupsi saling menghancurkan satu sama lain. Sebenarnya PKS sangat
membutuhkan support dari elemen lain tidak saja untuk menghadapi serangan dari
kekuatan pro korupsi, tetapi juga dalam upaya menjaga spirit anti korupsi dalam
tubuh PKS sendiri.
Di saat tantangan berat menghadang
upaya pemberantasan korupsi, belum ada upaya yang efektif untuk memberantasnya.
Demokratisasi, pemilihan langsung, kebebasan pers, peraturan perundangan hingga
lembaga khusus tidak membuat korupsi di negeri ini surut, bahkan sebaliknya.
Operasi tangkap tangan yang memukau bak melahirkan selebritas korupsi tetap
nihil dalam memberikan efek takut dan jera pelaku korupsi. Di sinilah
pentingnya menjaga agar upaya pemberantasan korupsi tetap berada pada koridor
yang benar. Penyimpangan dalam upaya pemberantasan korupsi, meski tampak menyenangkan,
bisa menjadi bumerang yang menodai dan merugikan upaya pemberantasan korupsi
itu sendiri.
Maka jika kasus korupsi PKS ini
ditangani secara fair, tanpa tendensi politik, dan profesional, tidak seperti
penanganan kasus korupsi pada umumnya, semestinya membuat elemen anti korupsi
lain merasakan perih mengingat sejarah dan hubungan istimewa PKS dan pemberantasan
korupsi yang pernah terjadi. Dan bila penanganan kasus korupsi PKS ini berjalan
tendensius, keluar dari koridor hukum, membabi buta, diskriminatif atau
menyerempet kepada hal yang bukan-bukan, semestinya tidak membuat elemen anti
korupsi lain bersemangat membullying PKS atas nama pemberantasan korupsi.
Namun yang semestinya paling
menjadi keprihatinan segenap elemen anti korupsi di negeri ini adalah menjaga
agar spirit anti korupsi yang dimiliki PKS ini tidak semakin memudar, mengingat
PKS adalah kumpulan manusia bukan malaikat, masih harus bersusah payah dalam
perjuangan. (dakwatuna)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar