Akibat buruk politik biaya tinggi di negeri ini tentunya akan kembali juga pada kita semua. Tapi itulah kenyataan yang terjadi, ketika publik semakin apatis dan pragmatis, semestinya juga menjadi bahan evaluasi bagi para pelaku politik di atas sana. Memang harus diakui, perjalanan perpolitikan pasca reformasi ini hasilnya belum seperti yang diharapkan, baik dalam bidang ekonomi, moral, dan sebagainya. Ungkapan berikut mungkin bisa sedikit menghibur keputusasaan publik, seribu tahun bersama pemimpin dhalim lebih baik dari pada satu hari tanpa pemimpin, tapi mungkin kalau kita belum mengalami sendiri belum percaya juga.
Jalan pintas yang paling mudah
untuk menjawab sikap apatis publik adalah dengan cara membeli suara. Berbagai
bentuk pemberian, sejak dari sembako, infrastruktur, hingga serangan fajar
secara cash. Seiring persepsi publik yang buruk terhadap partai, begitu banyak
kandidat yang ‘berjudi’ habis-habisan. Suatu investasi politik yang tidak hanya
beresiko bagi para kandidat jika gagal, tapi juga membuat kondisi perpolitikan
semakin tidak sehat.
Rasanya sampai bosan, atribut
partai dan kandidat berseliweran di mana-mana. Sepertinya terlalu monoton dan
kurang kreatif, dari tahun ke tahun bentuknya seperti itu-itu juga, stiker,
kalender atau pamflet, dengan pesan klasik yang monoton, mohon doa restu dan
dukungannya, pilih nomor sekian..., siap berjuang untuk rakyat dan itu-itu
juga.
Mungkinkah dengan sekedar melihat
logo partai atau foto caleg, lantas orang yang melihat akan memilihnya? Ya
mungkin saja, namanya juga usaha, agar dikenal dan dipilih. Tetapi jangan menutup
mata, masyarakat sedang apatis dengan yang namanya politik atau partai. Maklum
juga, kondisi bangsa memang sedang seperti ini. Maka tidakkah berpikir untuk
mencari terobosan yang lebih kreatif agar biaya yang tidak sedikit itu bisa
lebih maksimal efeknya. Kata orang para caleg yang memajang fotonya di tepi
jalan itu jadi seperti ngemis, jadi mestinya tertantang bagaimana agar atribut-atribut
itu bisa bermanfaat dan memberi inspirasi banyak orang, sehingga orang yang
melihatnya menjadi salut.
Apalagi bagi partai yang sumber
dananya terbatas, perlu menyiasati agar biaya yang dikeluarkan bisa maksimal.
Bahkan mengupayakan agar bisa bermanfaat ganda, tidak hanya secara politik,
seperti kata pepatah, sekali mendayung dua pulau terlampaui. Tidak sekedar
berupa atribut-atribut konvensional, tapi disisipi materi lain yang membawa
manfaat bagi masyarakat.
Kalau atribut itu sekedar logo
partai dan foto calon, mungkin setelah pemilu sudah tak terpakai lagi,
paling-paling juga hanya untuk menutup emperan lapak. Berbeda kalau artibut itu
juga mengandung pesan bermakna seperti tentang menjaga kebersihan, membuang
sampah pada tempatnya, ucapan salam, doa dan dzikir, kata mutiara dan
sebagainya, setelah pemilu usai pun Insya Allah masih bermanfaat. Bisa juga
baliho, banner dan spanduk, disisipi pesan-pesan dan informasi yang bermanfaat
bagi pengguna jalan, petunjuk lalu lintas, peta, mempromosikan potensi lokal,
atau pesan tentang lingkungan hidup, niscaya akan bermanfaat ganda dan setelah
pemilu masih layak untuk terpajang. Agar tidak digaruk Panwas tentunya logo
partai bisa ditutup materi lain yang serasi.
Atau memperbanyak materi keilmuan
dalam bentuk buku atau majalah tentang berbagai tips-tips praktis yang berguna,
kesehatan, memasak, dan hal-hal yang membuat orang yang dongkol politik pun
ikut menikmatinya. Hal-hal yang memang dibutuhkan oleh masyarakat, dan memang
bermanfaat bagi perbaikan masyarakat pada umumnya. Bisa juga berbentuk buku yang berisi kisah inspiratif,
motivasi, materi ceramah dan khutbah yang menyegarkan, ketrampilan sehari-hari,
sarana belajar dan sebagainya. Hal-hal yang bersifat mencerahkan dan
mencerdaskan, tapi jauh dari kesan menggurui.
Daripada hal-hal yang tidak
simpatik, berbagai atribut ditempel di dinding, gapura, tiang listrik atau
pagar yang membuat suasana menjadi lusuh. Coba bayangkan susah-susah kita kerja
bakti mengecat gapura atau pagar, lantas setiap menjelang pemilu seenaknya
orang menempelkan bermacam-macam gambar. Atau pohon di tepi jalan menjadi penuh
dengan paku yang tertancap, mungkin pohonnya bisa menangis ya.
Efektifitas dalam meraih simpati
publik perlu diperhitungkan daripada sekedar jor-joran yang tidak mengena.
Adakalanya pesan yang disampaikan menjadi isu yang begitu berpengaruh. Di saat
yang sama, kampanye dan pencitraan yang begitu masif, seolah hanya lewat begitu
saja tanpa menaikkan elektabilitas yang bersangkutan. (dakwatuna)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar