Pujian dan sanjungan manusia memang terasa cukup manis, tapi ikhlas yang sesungguhnya akan lebih lezat, bagi hamba yang sebenar memilikinya.
Jika ikhlas itu sebutir biji yang
lezat, sangat beruntunglah orang yang diberi anugerah untuk menikmatinya. Namun
jika ia menanamnya agar tumbuh, dan kelak banyak orang yang bisa ikut menikmatinya,
kelezatan yang terlewatkannya tak akan sirna, bahkan akan didapatinya lebih.
Menampakkan dan menyembunyikan
suatu amal tetaplah suatu pilihan. Menyembunyikannya, agar sempurna kemesraan
seorang hamba dengan Rabbnya, berdua
semata. Atau menampakkannya, untuk memotivasi orang lain melakukan kebaikan
serupa, mengenalkan kebaikan dakwah, memikat hati para mualaf, akhirnya menjadi
kemaslahatan bagi umat. Dari keterpaksaan bisa menjadi sebuah latihan. Lantas kemesraan
seorang hamba yang melakukannya tak akan terganggu oleh faedah-faedah yang
menyertainya.
Ikhlas yang sejati, tak tergerus
oleh sanjungan, tak kusam oleh cacian, ia akan tetap utuh dalam kesendirian maupun
keramaian. Dalam persembunyiannya, ia terhindar dari ujub, dalam penampakannya
ia terbebas dari riya. Pada keduanya ia tetap merupakan rahasia antara seorang
hamba dengan Rabbnya.
Hati yang jernih yang bisa dengan
tepat menentukan kapan suatu amal disembunyikan atau ditampakkan, mana yang
lebih besar kemaslahatan bagi dirinya, sesamanya, syiar Islam dan dakwah. Mesti
melewati berbagai batu ujian, karena darinya akan didapat tambahan kemuliaan. Tak
semua ditampakkan, tak seluruhnya disembunyikan, agar semua sisi hati terasah
dengan sempurna, semua bagian-bagiannya terawat sempurna. Karunia terbaik itu
berupa kepahaman menentukan kadar yang tepat dalam situasi dan kondisi yang
beragam.
Kesempurnaan dinul Islam, menyeluruh pada semua aspek kehidupan manusia. Di
antara amal-amal yang lebih utama ditampakkan atau disembunyikan, terdapat
hikmah yang baik bagi manusia dengan berbagai tabiatnya, sesuai dengan fitrah ketika
ia tercipta. Baik ketika ia sendiri atau dalam jamaah, syariat senantiasa hadir,
tanpa menyisakan kekosongan sedikitpun dalam luasnya relung Islam. Dzikir
seorang hamba, qiyamul lail, dan
munajatnya adalah contok suatu amal yang lebih lezat dihidangkan ketika dalam
kesendirian. Sedang zakat, id dan
shalat fardhu sempurna kelezatannya bersama jamaah.
Jadi teruslah beramal tanpa
memedulikan kesendirian dan keramaian, sanjungan dan cacian. Jika ada rasa
takut ikhlas itu sirna dan hilang, ia akan kembali jua. Tampakkan ketika tampak
lebih bermaslahat, sembunyikan jika sebaliknya. Namun pundi-pundi keduanya
mesti tetap terisi untuk kesempurnaan nutrisi jiwa, baik yang menjadi simpanan,
maupun yang berfaedah untuk mengangkat sesama.
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan
jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka
menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu
sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al Baqarah: 271)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar