Kerasnya Dunia Politik Yang Kita Hadapi
Memang pada akhir era 90-an, kampus-kampus ternama di negeri
ini adalah basis utama sebuah gerakan yang kemudian menjadi cikal bakal PKS. Begitu
banyak intelektual terbaik dari kampus-kampus
ternama tersebut ikut menjadi
motor awal-awal partai ini, juga eksekutor terdepan reformasi 98.
Akan tetapi apakah kumpulan intelektual tersebut mampu menunjukkan
kecerdasannya ketika berhadapan dengan dunia politik yang demikian keras, penuh
intrik, siasat dan pertarungan? Ataukah hanya bisa terombang-ambing dalam kompetisi
ini, bahkan apa yang sebenarnya terjadi saja tidak mengerti, apa yang
direncanakan rival kita tidak terpikirkan, apalagi menjadi perencana yang bisa menjadi
perencana? Hari-hari yang kita alami dipenuhi kerinduan akan cita dan
kemenangan, namun tanpa pernah tahu bagaimana mewujudkannya. Sementara realitasnya
kita semakin terpuruk dan terpinggirkan.
Contoh kecil dari dunia penuh intrik yang kita hadapi,
adakalanya bukan saja kegagalan berbuah kekecewaan, namun bisa juga kemenangan
berujung kekecewaan. Partai tetangga kita begitu banyak memenangkan Pilkada,
tapi begitu terpilih begitu mudah berkhianat pada partai yang dulu mengusungnya.
Di Propinsi Jateng ini pada Pilgub 2008 lalu kondisi PDIP
secara nasional dan lokal sedang naik daun. Jangan-jangan (ini Cuma jangan-jangan
lho, Allah dan pelakunya yang lebih mengetahui) ada sebuah partai yang merasa
tidak mungkin mengalahkan PDIP di Jateng. Dimainkanlah siasat cerdas sedemikian
rupa agar sesuatu yang tidak mungkin itu menjadi terwujud. Calon sebenarnya
dari partai tersebut menjadikan PDIP sebagai kendaraannya. Apakah fenomena I
Made Mangku Pastika, Triantomo, Agum Gumelar, Fauzi Bowo juga siasat yang sama
yang diterapkan di Jateng ini?
Demikian juga pada pemilihan pimpinan KPK beberapa waktu
lalu. Jangan-jangan satu kubu merasa berat untuk memenangkan pemilihan,
kemudian membuat siasat sedemikian rupa. Calon kubu tersebut dengan lantang berteriak-teriak
sehingga mengambil hati kubu lain. Akhirnya kubu lain terkecoh memilih calon
tak dikenal tersebut dengan penuh harap.
Pada Pilgub kali ini menjadi pertanyaan, apakah calon yang
kita usung bukan sekedar boneka yang membawa kepentingan salah satu kubu,
apakah jika terpilih akan kembali jua kepada ‘boss’ yang sebenarnya?
Kembali kepada kelemahan kita dihadapan Sang Khaliq, biarlah
rival-rival kita menertawakan kebodohan dan keluguan kita, asalkan Allah
mengetahui ketulusan kita. Hanya kepadaNya hendaknya kita bertawakal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar