Jumat, 12 April 2013

Shalahudin al Ayyubi Tidak Ikut Penumpasan G30S/PKI

Shalahudin al Ayyubi Tidak Ikut Penumpasan G30S/PKI

Ada beberapa anomali dalam peristiwa G30S/PKI. Ketika terjadi penumpasan sisa-sisa anggota PKI, lagi-lagi umat Islam (terutama Banser) menjadi eksekutor terdepan. Mereka ditugaskan menjemput tetangga-tetangga yang terkait dengan PKI, yang di kemudian hari sebagian besar dari mereka tidak pulang entah ke mana. Ratusan ribu orang yang terkait PKI menjadi korban pembantaian masal, tanpa proses peradilan, dan dalam keadaan tak berdaya. Sementara dalam sejarah panjang umat Islam kita banyak disuguhi banyak kisah menghibur tentang umat yang luar biasa tertindas kemudian memperoleh kemenangan atas para penindasnya, dan suatu yang sangat aneh terjadi, tidak ada pembalasan, pembantaian atas musuh yang sudah tak berdaya, misalnya pada peristiwa futuhul Makkah, Perlakuan atas pasukan Mongol dan kisah Shalahudin al Ayyubi. Berkebalikan dengan yang terjadi di Indonesia, di berbagai belahan dunia lain gerakan komunis melakukan pembantaian masal yang merengut ratusan juta nyawa di Uni Sovyet, RRC, Kamboja, dll.

Ketika sudah tak berdaya, sisa-sisa anggota PKI tidak disambut dengan penuh maaf atau dididik tentang keindahan dien ini. Justru yang terjadi umat Islam begitu bersemangat menciduk tetangga-tetangga mereka, teringat ketika PKI berjaya dulu begitu banyak ejekan, teror, penyiksaan bahkan pembunuhan yang dilakukan. Tak ayal, kemudian dari basis-basis PKI timbul sentimen anti Islam terutama NU, berbondong-bondong berpindah ke agama lain.

Meski saat ini Islam sedang dipersepsikan sebagai agama teror, ekstrim, radikal, dan kejam, namun sejarah panjang dunia ini membuktikan sebaliknya. Ketika orang Islam datang ke suatu tempat, benua Amerika misalnya, bukan pembantaian, penjajahan dan eksploitasi yang diperbuat, tetapi persahabatan dan transfer ilmu pengetahuan yang dijalin. Berkebalikan dengan yang diperbuat para penjajah yang melanglang buana ke penjuru dunia termasuk negeri kita ini, Islam menguasai negeri ini tanpa kita merasa dijajah dan dieksploitasi. Tapi tentu saja ada oknum-oknum dalam Islam yang bertindak diluar tabiat di atas, kejam, diktator, tapi tidak mainstream. Bahkan gerakan Islam yang dituduh paling radikal sekalipun seperti Taliban, Al Shabab, justru tidak sekejam penjajah yang mengusung dogma agama kasih.

Tapi bila kita dalami pada penumpasan pasca G30S/PKI, bisa jadi umat Islam hanya menjadi eksekutor lapangan yang dimanfaatkan suatu agenda besar tertentu. Termasuk pada reformasi 98, aktifis Islam lagi-lagi menjadi eksekutor lapangannya. Bahkan di berbagai belahan dunia, pada penggulingan Raja Farouk sampai Arab Spring, bisa jadi umat ini belum bisa menjadi penentu arah atas langkah yang ditempuh, keluar dari mulut singa, masuk ke mulut harimau.



Tidak ada komentar: