Selasa, 18 Maret 2014

Uaaang, Kalau Setahun DPR Bubar, Gimana Balikin Modal?

Uang, uang, dan uang, memang paling praktis untuk menjawab sikap muak dan apatis publik terhadap politik. Antara maklum dan jijik, yang pasti keburukan money politik ini akan kembali kepada kita-kita juga, kepada bangsa ini secara keseluruhan, bukan hanya yang menikmatinya.
Money politik kian menggila, sebanding dengan korupsi yang juga makin menggila.
Antara aneh dan bukan! Reformasi, demokrasi, kebebasan pers, supremasi sipil, otonomi, pemilihan langsung, yang dulu digadang-gadang menjadi obat mujarab bagi negara ini justru sebaliknya, berbuah komplikasi yang kian parah.
Kebebasan pers membuat para pejabat takut korupsi dan membuat kebijakan yang salah? Ternyata tidak, kebebasan pers menjadi alat memanipulasi opini publik, pencitraan yang menyesatkan.
Pemilihan langsung berarti figur-figur terbaik yang akan memenangkan pemilihan? Ternyata tidak, pemilihan langsung menjadi ajang jual beli suara yang gila-gilaan.
Pemilu 2014 ini, persaingan bukan hanya antar partai, tapi caleg sesama partai bunuh membunuh, akibat penentuan caleg jadi berdasarkan perolehan suara terbanyak, bukan nomor urut. Waktu masih jaman nomor urut, money politik tidak segencar sekarang. Dalam sebuah partai paling hanya caleg yang menempati nomor jadi yang serius, kemudian hasilnya hampir semua partai besar dapat kursi, ayem, bagi-bagi merata. Tidak seperti pemilihan Kepala Desa, kandidat-kandidat yang bertarung habis-habisan, hanya satu yang jadi, selanjutnya melahirkan orang-orang bangkrut, terlilit hutang, stress!
Kini, caleg nomor buncit sekalipun bisa ngotot. Dari sekian banyak caleg yang berkompetisi dengan ngotot habis-habisan, hanya satu dua yang jadi. Fenomena orang bangkrut dan stress ala korban Pilkades makin merambah ke Pileg. Syukur kalau jadi, ada harapan balik modal.
Urusan balik modal ini membuat negara kian tersungkur. Negara ini mesti ditopang utang, utang dan utang. Andai benar-benar collapse, lalu setahun dua tahun DPR bubar, seperti DPR hasil Pemilu 1997, lantas gimana balikin modalnya?
Kompetisi terus melaju tanpa terkendali, tanpa memerhatikan lagi kelayakan dan keselamatannya, sementara negeri kian terhuyung. Sebelum benar-benar ‘boom’,  cobalah berpikir untuk melepaskan ego, memformat ulang langkah, berkolaborasi dalam suatu harmoni, bersama berayun menuju pintu gerbang tujuan. (kompasiana)

Tidak ada komentar: