Senin, 27 Januari 2014

Menampakkan dan Menyembunyikan Amal


Pujian dan sanjungan manusia memang terasa cukup manis, tapi ikhlas yang sesungguhnya akan lebih lezat, bagi hamba yang sebenar memilikinya.

Jika ikhlas itu sebutir biji yang lezat, sangat beruntunglah orang yang diberi anugerah untuk menikmatinya. Namun jika ia menanamnya agar tumbuh, dan kelak banyak orang yang bisa ikut menikmatinya, kelezatan yang terlewatkannya tak akan sirna, bahkan akan didapatinya lebih.

Menampakkan dan menyembunyikan suatu amal tetaplah suatu pilihan. Menyembunyikannya, agar sempurna kemesraan seorang hamba dengan Rabbnya, berdua semata. Atau menampakkannya, untuk memotivasi orang lain melakukan kebaikan serupa, mengenalkan kebaikan dakwah, memikat hati para mualaf, akhirnya menjadi kemaslahatan bagi umat. Dari keterpaksaan bisa menjadi sebuah latihan. Lantas kemesraan seorang hamba yang melakukannya tak akan terganggu oleh faedah-faedah yang menyertainya.

Ikhlas yang sejati, tak tergerus oleh sanjungan, tak kusam oleh cacian, ia akan tetap utuh dalam kesendirian maupun keramaian. Dalam persembunyiannya, ia terhindar dari ujub, dalam penampakannya ia terbebas dari riya. Pada keduanya ia tetap merupakan rahasia antara seorang hamba dengan Rabbnya.

Hati yang jernih yang bisa dengan tepat menentukan kapan suatu amal disembunyikan atau ditampakkan, mana yang lebih besar kemaslahatan bagi dirinya, sesamanya, syiar Islam dan dakwah. Mesti melewati berbagai batu ujian, karena darinya akan didapat tambahan kemuliaan. Tak semua ditampakkan, tak seluruhnya disembunyikan, agar semua sisi hati terasah dengan sempurna, semua bagian-bagiannya terawat sempurna. Karunia terbaik itu berupa kepahaman menentukan kadar yang tepat dalam situasi dan kondisi yang beragam.

Kesempurnaan dinul Islam, menyeluruh pada semua aspek kehidupan manusia. Di antara amal-amal yang lebih utama ditampakkan atau disembunyikan, terdapat hikmah yang baik bagi manusia dengan berbagai tabiatnya, sesuai dengan fitrah ketika ia tercipta. Baik ketika ia sendiri atau dalam jamaah, syariat senantiasa hadir, tanpa menyisakan kekosongan sedikitpun dalam luasnya relung Islam. Dzikir seorang hamba, qiyamul lail, dan munajatnya adalah contok suatu amal yang lebih lezat dihidangkan ketika dalam kesendirian. Sedang zakat, id dan shalat fardhu sempurna kelezatannya bersama jamaah.

Jadi teruslah beramal tanpa memedulikan kesendirian dan keramaian, sanjungan dan cacian. Jika ada rasa takut ikhlas itu sirna dan hilang, ia akan kembali jua. Tampakkan ketika tampak lebih bermaslahat, sembunyikan jika sebaliknya. Namun pundi-pundi keduanya mesti tetap terisi untuk kesempurnaan nutrisi jiwa, baik yang menjadi simpanan, maupun yang berfaedah untuk mengangkat sesama.

“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Baqarah: 271)


Tidak ada komentar: