Senin, 15 April 2013

Tingginya Atensi Seorang Muslim Terhadap Kebenaran


Tingginya Atensi Seorang Muslim Terhadap Kebenaran

Begitu tinggi atensi kita terhadap kebenaran sehingga tiap jengkal dari sedemikian luas agama Islam ini kita handle sedetail mungkin. Kalau dalam agama lain kitab suci sekalipun bisa sedemikian jauh berubah, dalam agama kita huruf per huruf dari kitab suci dijaga semaksimal mungkin. Kalau dalam agama lain tradisi dan praktek keagamaan bisa sedemikian fleksibel, dalam agama kita tak habis-habisnya masuk dalam ranah perdebatan antara sunah dan bidah.

Dalam agama Nashrani misalnya, tak pernah muncul polemik tentang keabsahan perayaan Natal, keabsahan tanggal 25 Desember sebagai hari perayaannya, bahkan pernah terjadi akumulasi kesalahan penghitungan astronomis hari-hari keagamaan hingga setengah  bulan, yang melahirkan sejarah adanya tahun kabisat. Pernah juga ketika diperkirakan hari raya suatu agama bertabrakan dengan Idul Fitri, bisa dipindah ke bulan lain tanpa polemik. Bandingkan dengan yang terjadi dalam agama kita, jangankan keberadaan Maulid Nabi atau Nuzulul Qur’an yang keberadaannya sedemikian diperselisihkan, tanggal berapanya masih diperdebatkan, untuk Idul Fitri dan Idul Adha yang dipandu teks yang sudah gamblang, malah menjadi polemik yang sangat pelik. Hingga upaya untuk menyatukannya senantiasa mengalami jalan buntu.

Ketika kita merindukan ukhuwah dalam umat ini, kadang-kadang iri dengan umat lain. Begitu mudahnya mereka bersatu dalam kondisi pertentangan yang masih membara, sedang kita begitu mudahnya mengumbar perselisihan tidak hanya karena masalah prinsip. Sebagai contoh antara Syiah Imamiyah Iran dan Syiah Nusyairiyah Suriah luar biasa perbedaannya namun bisa sedemikian berpadu langkah dengan mengesampingkan perbedaan prinsip sekalipun.  Sedang kita begitu mudah berpecah dengan sesama bahkan dengan yang seolah tidak tampak perbedaan manhajnya.

Namun hendaklah kita berpikir positif bahwa semangat menjaga keaslian agama ini sedemikian tingginya, persepsi kita tentang kebenaran agama ini sedemikian kuatnya, yang kadang-kadang melahirkan efek samping berupa kondisi auto imun seperti di atas. Di sinilah pentingnya sebuah ketulusan sebagaimana nasehat yang telah kita terima, mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang terbaik di antaranya. Jangan sampai sikap taashub, kepentingan sesaat, persaingan politik dan rasa terancam oleh  jamaah lain membuat kita memperuncing hal-hal yang tidak perlu, kehilangan sikap rasional, menambah permasalahan yang sudah sedemikian kompleks. Janganlah kebencian terhadap suatu kaum menjadikan kita berbuat tidak adil terhadap mereka.

Tidak ada komentar: