Minggu, 12 Oktober 2014

Arab Akan Murtad dan Kaum Lain Menggantikannya

Tentang fitnah akhir zaman, semestinya senantiasa menjadikan kita mawas diri, betapa kedahsyatannya membuat begitu banyak manusia tergelincir dari jalan lurus. Bangsa Arab yang telah mendapat berbagai karunia dengan agama Islam ini, kemuliaan, kehormatan, peradaban yang dicapai, dimana Rasul untuk umat ini diangkat dari kalangan mereka, bahkan Islam ini baik secara bahasa maupun sejarahnya, tidak bisa dilepaskan keterkaitannya dengan Arab. Kaum yang ummi yang ditempatkan pada puncak peradaban dunia. Namun semua itu tidak menjamin bangsa ini akan senantiasa teguh dalam Islam, fitnah yang sangat pelik dan dahsyat suatu saat akan menggoyahkannya.
Sulit untuk digambarkan perasaan para sahabat ketika Rasulullah mengabarkan tentang isyarat murtadnya Bangsa Arab suatu saat nanti. Ketika turun ayat 38 surah Muhammad, “Jika kamu berpaling (dari agama), niscaya Dia (Allah) akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu”, maka sebagian sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, jika kita berpaling, siapakah yang akan menggantikan tempat (kedudukan) kita?” Nabi meletakkan tangannya yang penuh berkah ke atas bahu Salman al-Farisi dan bersabda, “Dia dan kaumnya (yang akan menggantikan kamu). Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, jika agama ini bertaburan di ‘Tsurayya’, maka sebagian dari orang Persia akan mencarinya dan memegangnya.” (HR Tirmidzi)
Sedang pada ayat yang lain, surah Al Ma’idah ayat 54, juga ada isyarat serupa, “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” Beberapa riwayat dan ahli tafsir seperti Ibnu Katsir merujuk pada kaum Abu Musa Al Asy’ary dari negeri Yaman yang akan menggantikan Bangsa Arab bila murtad dari agamanya.
Meski kita bukan bangsa Arab, isyarat Rasulullah ini hendaknya juga kita perhatikan, bahwasanya bangsa-bangsa lain pun bisa saja tertimpa fitnah dan ujian serupa. Di samping itu dalam konteks kekinian, perkara ini bersinggungan dengan persoalan pelik yang sedang membelit umat ini, klaim kebenaran antar berbagai firqoh, manhaj, dan fikroh yang berujung perselisihan yang belum terselesaikan. Ketika masing-masing mengklaim sebagai satu-satunya firqotun najiyah atau golongan yang selamat, berebut klaim sebagai Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Khususnya antara Sunni dan Syi’ah, antara Salafi (Wahabi) dan Asy’ariyah, hingga fitnah Mulukiyah, tuduhan sebagai Takfiri, Khawarij dan sebagainya.

Arab Murtad dan Isu Wahabi

Jika para penentang gerakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menghubungkan keberadaan gerakan ini sebagai bentuk terlaksananya isyarat bangsa Arab murtad, sebaliknya bagi para pendukungnya, dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah upaya pengembalian kepada Islam yang otentik sebagaimana para Salafus Shalih, membersihkan dari berbagai kontaminasi yang sudah banyak mengotori agama ini. Salaf dan Asy’ariyah kemudian berada pada posisi berhadapan terkait beberapa hal. Seperti masalah yang berhubungan dengan uluhiyah, tentang tawasul, berdoa dan istighotsah kepada nabi, wali atau orang shalih yang sudah mati. Masalah takwil terhadap sifat-sifat Allah, terkait pengertian istiwa’ wajah, tangan dan sebagainya. Tentang batasan-batasan bid’ah dalam praktek peribadatan dan sebagainya.
Di satu sisi Asy’ariyah kukuh dengan tuduhan bahwa munculnya Wahabi adalah manifestasi berbagai riwayat yang berisi nubuwat tentang munculnya fitnah Tanduk Setan dari timur, Nejd, tempat gerakan ini bermula. Dari kalangan Bani Tamim, di mana Khawarij lahir dari tulang sulbinya, dan Muhammad bin Abdul Wahab beserta sejumlah pionir gerakan ini menasabkan dirinya pada Bani Tamim. Juga tentang orang-orang yang penampakan ibadahnya sungguh menakjubkan, namun hakekatnya iman mereka tidak melewati kerongkongan, bahkan mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah keluar dari busurnya.
Sebuah aliran yang dituduh didesain oleh musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam dengan membuat aliran baru yang menyimpang, sebagaimana isu-isu konspirasi gerakan Wahabi dan berdirinya Negara Saudi oleh agen-agen penjajah asing seperti Mr. Hempher dan Lawrence of Arabiya.
“Akan ada di akhir zaman suatu kaum yang usianya muda, dan pemahamannya dangkal, mereka mengucapkan perkataan manusia yang paling baik (Rasulullah), mereka lepas dari Islam sebagaimana lepasnya anak panah dari busurnya, iman mereka tidak sampai ke tenggorokan.” (HR Bukhari)
“Akan keluar suatu kaum dari umatku, mereka membaca Alquran, bacaan kamu dibandingkan dengan bacaan mereka tidak ada apa-apanya, demikian pula shalat dan puasa kamu dibandingkan dengan shalat dan puasa mereka tidak ada apa-apanya. Mereka membaca Alquran dan mengiranya sebagai pembela mereka, padahal ia adalah hujjah yang menghancurkan alasan mereka. Shalat mereka tidak sampai ke tenggorokan, mereka lepas dari Islam sebagaimana melesatnya anak panah dari buruannya.” (HR Abu Dawud)
“Ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam membagi-bagikan harta (dari Yaman), Dzul Khuwaishirah seorang laki-laki dari bani Tamim berkata, “Wahai Rasulullah berbuat adillah! Beliau bersabda, “Celaka kamu, siapa yang dapat berbuat adil jika aku tidak berbuat adil.” Umar berkata, “Izinkan saya menebas lehernya.” Beliau bersabda, “Jangan, sesungguhnya dia akan mempunyai teman-teman yang shalat dan puasa kalian, sepele dibandingan dengan shalat dan puasa mereka, mereka lepas dari Islam seperti lepasnya anak panak dari buruannya.” (HR Bukhari)
Di sisi lain, para pendukung gerakan Muhammad bin Abdul Wahab tidak terima dengan tuduhan ini. Fitnah khawarij, Nejd, Bani Tamim dimaknai kejadian yang telah terjadi sepeninggal Rasulullah, ciri-ciri yang diebutkan dalam hadits bersesuaian dengan apa yang terjadi. Sepeninggal Rasulullah terjadi berbagai fitnah dari timur, Nejd dan Irak, munculnya nabi palsu, kaum yang ingkar terhadap zakat, munculnya firqoh-firqoh dari daerah ini, Khawarij, Rafidhah, Qadariyah, Muktazilah dan sebagainya.
Justru para pendukung gerakan Muhammad bin Abdul Wahab mengajukan sebuah klaim bahwa mereka adalah manifestasi dari kebaikan yang telah dinubuwatkan Rasulullah. Tentang Bani Tamim yang di akhir zaman bangkit menjadi kaum yang berada pada garis depan umat ini, paling gigih melawan Dajjal. Kemudian tentang Islamnya Makah  dan Madinah yang di akhir zaman akan kembali menjadi barometer agama ini, ketika kerusakan begitu meluas, segelintir orang yang berpegang pada agama ini bagaikan orang-orang asing di negerinya sendiri. Orang-orang yang memperbaiki diri tatkala kebanyakan manusia merusak sunnah.
“Sesungguhnya Islam itu muncul pertama kali secara asing, dan akan kembali asing sebagaimana pertama kali muncul, dan Islam akan berlindung kembali di antara dua masjid (Makkah dan Madinah) sebagaimana ular berlindung kedalam liangnya.” (HR Muslim)
Abu Hurairah berkata, “Saya akan senantiasa cinta kepada Bani Tamim, karena saya pernah mendengar tiga hal dari Rasulullah. Pertama, saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Mereka (Bani Tamim) adalah umatku yang paling gigih melawan Dajjal.” (HR Muslim) Dalam riwayat lain Mereka adalah orang-orang yang sangat pemberani di dalam pertempuran-pertempuran dahsyat.
Dalam diri Bani Tamim ada sisi sebuah watak yang keras, bahkan menjadikan sebagian mereka sempat tergelincir seperti ketika bersikap kasar terhadap Rasulullah, yang diabadikan dalam surah Al Hujurat. Juga munculnya kaum pembangkang dan nabi palsu sepeninggal Rasulullah atau fitnah Dzul Khuwaisiroh yang melahirkan kaum Khawarij. Namun tidak bisa dipungkiri, sisi-sisi keteguhan pada mereka yang membaja hingga atas karunia Allah ditetapkan menjadi ujung tombak umat yang terdepan di akhir zaman. Sekian lama kiprah Bani Tamim seolah tenggelam dalam sejarah, apakah kemunculannya kiprahnya kembali merupakan pertanda terlaksananya nubuwat Rasulullah?
Sedang mengenai Makah  dan Madinah, sejarah panjang umat Islam telah mencatat bahwa Islam sekian lama mengembara meninggalkan kedua kota ini. Sepeninggal Imam Malik bin Anas, peran Makah  dan Madinah tak lagi dominan, baik secara keilmuan maupun secara politik. Puncak Islam kemudian mengembara ke Baghdad, Mesir atau Istambul. Apakah penguasaan Makah  dan Madinah oleh Kerajaan Saudi, baik secara politik maupun paham keagamaannya merupakan hujah bagi kebenaran paham keagamaan yang dianut kaum Salafi (Wahabi)?
Jawabannya tentu tidak akan mudah untuk kita sepakati, namun dalam konteks korelasi antara kemunculan Wahabi dan murtadnya Arab, beberapa indikasi telah bisa dicermati. Murtadnya bangsa Arab akan diikuti oleh kehancuran yang menimpanya, dalam arti ditaklukkan oleh bangsa lain. sedang kemunculan gerakan Wahabi dan penguasaannya atas negeri Arab yang sejauh ini telah berlangsung beberapa abad tidak mengindikasikan kemusnahan bangsa Arab. Misalnya kalangan Asy’ariyah atau NU cenderung pada kaum dari negeri Yaman dengan paham keagamaan ala Kaum Habaib Hadramaut yang akan menaklukkan Arab, namun sejauh ini belum ada indikasi ke arah itu. Dalam konteks sekarang, di Yaman sendiri malah terdapat banyak aliran dan paham keagamaan lain seperti Syi’ah, Salafi Yamani, Ikhwan, Kalangan Jihadis dan sebagainya.
Sekecil dan selemah apapun peran Kerajaan Arab Saudi di abad ini, posisi Arab sekarang secara politik, ekonomi dan keagamaan lebih signifikan dibanding masa sebelumnya. Sejak masa Bani Umayyah, Abbasiyah, Mamluk dan Turki Utsmani, posisi Arab selalu terpinggirkan dalam berbagai hal, seperti hanya menjadi sebuah daerah pinggiran.

Arab Murtad dan Isu Suni-Syi’ah

Jika antara Asy’ariyah dan Salafi diibaratkan sebagai sebuah pohon yang akarnya mirip namun daunnya berbeda, maka sebaliknya, antara Asy’ariyah dan Syi’ah bisa digambarkan seperti sebuah pohon yang akarnya berbeda namun penampakan daunnya mirip. Antara Asy’ariyah dan Salafi berangkat dari pondasi kitab-kitab hadits dan madzhab fikih yang sama, namun kemudian mengerucut menjadi dua kubu yang saling berhadapan. Sedang antara Asy’ariyah dan Syi’ah yang berangkat dari pondasi yang berbeda, namun sempat hidup bersama dalam perjalanan panjang pada tradisi abad pertengahan, hingga praktek keagamaan keduanya tampak mirip.
Pada kajian tentang nubuwat Arab murtad, posisi Syi’ah menjadi lebih penting dilihat dari riwayat yang menyebut Bangsa Persia yang akan menggantikan Bangsa Arab. Sedang dalam konteks kekinian, negeri Iran yang merupakan manifestasi utama Persia masa kini merupakan basis utama kaum Syiah. Juga tentang Salman Al Farisi yang menempati posisi khusus di kalangan Syi’ah. Tentang klaim kalangan Ahlul Bait bahwa mereka adalah Thaifah Manshurah yang berada di atas kebenaran, tentunya kalangan Ahlus Sunnah tidak menerima.
Pada riwayat tentang ayat 38 surah Muhammad, disebutkan bahwa sebagian kaum Persia yang akan menggantikan bangsa Arab. Kata sebagian ini yang membuka celah bagi pihak yang tidak sepakat dengan klaim Syi’ah tersebut. Belum tentu sebagian kaum Salman yang dimaksud adalah Iran. Persia atau yang juga biasa disebut Khurasan di masa lalu kini telah terbagi menjadi beberapa negeri, Irak, Iran, Afghanistan, Pakistan dan negara-negara Asia Tengah. Sebagian kaum Salman yang dimaksud bisa saja berasal dari negeri-negeri itu.
Tentang berbagai riwayat mengenai munculnya pasukan dari timur yang akan menyertai Khalifah Al Mahdi hingga ke Al Aqsha, Panji-Panji Hitam dari Khurasan serta pasukan Bani Ishak, memunculkan berbagai klaim tentang Thaifah Manshurah. Selain Syi’ah Iran, Taliban di Afghanistan atau Hizbut Tahrir di Asia Tengah bisa memunculkan klaim serupa.
Bagi para pencari kebenaran tentunya pembahasan tentang Firqotun Najiyah atau Thoifah Manshurah tidak hanya berhenti pada Arab, Yaman dan Khurasan saja. Kebaikan dan keburukan bisa terdapat pada seluruh penjuru bumi ini. Disamping ada yang disebutkan secara khusus dalam suatu riwayat, seperti  keberadaan Thaifah Manshuroh dan Kekhalifahan di negeri Syam atau Baitul Maqdis. Selain diinterpretasikan dengan kaum yang bertempat tinggal di sana, apakah juga bisa diinterpretasikan dengan kalangan yang concern terhadap permasalahan Baitul maqdis Meski tidak tinggal di sana.
Di antara perang klaim kebenaran antara Asy’ariyyah, Salafi dan Syi’ah ada beberapa hal yang semestinya membuat kita mawas diri, benar-benar mengharap petunjuk dariNya agar tidak tersesat. Dari berbagai riwayat, digambarkan betapa puncak-puncak kebaikan dan fitnah begitu berhimpit, hingga menjadikan begitu banyak orang yang tergelincir. Dari khurasan akan muncul pasukan pembela Al Mahdi, namun dari Khurasan pula Dajjal akan muncul. Negeri Arab akan menjadi mercusuar dan barometer Islam di akhir zaman, namun fitnah yang dahsyat juga akan menimpa negeri ini hingga mengantarkan pada kemurtadan. Sedang pada diri Bani Tamim akan lahir puncak keburukan sekaligus puncak kebaikan.
Apakah pada akhir zaman, anugerah terindah umat ini diserahkan kepada Bani Tamim karena kaum-kaum lain menyia-nyiakan dien ini? Temperamennya yang keras kemudian menumbuhkan keteguhannya di akhir zaman. Namun tidak hanya Salafi yang memiliki klaim sebagai penerus Bani Tamim, kalangan Jihadis seperti Taliban dan Al Qaeda juga bisa memiliki klaim serupa.
Ketergelinciran ini tidak hanya menimpa orang yang abai. Terkadang ada orang yang bersungguh-sungguh menuju puncak jihad, namun terperosok ke lembah Khawarij. Bersungguh-sungguh menggapai ibadah dan sunnah, namun berujung pada kesesatan dan bid’ah.

Arab Murtad dan Fitnah Mulukiyah

Adakalanya ujian itu berupa kekuasaan duniawi dan harta benda yang melimpah, yang dengannya belum tentu seorang hamba mampu mensyukurinya dan menjadikannya sebagai bekal untuk beramal shalih. Begitu banyak gambaran tentang manusia yang hanya mengikuti keinginan nafsunya, tenggelam dalam glamor dan kemewahan, hidup dalam kubangan maksiyat. Dan saat seperti itu melepaskan iman menjadi sesuatu yang ringan.
Adakalanya upaya mempertahankan iman harus melewati berbagai fitnah, penderitaan, kekurangan, hingga pengorbanan jiwa raga. Masa-masa seperti inilah yang akan melahirkan para pejuang tangguh. Namun bagi mereka yang telah terbuai oleh kenikmatan dunia akan sulit untuk melewati masa ini.
Adalah negeri Arab, tempat tinggal bagi para Badui miskin yang tangguh di antara kondisi alamnya yang keras. Tatkala Allah memberi mereka kekayaan yang melimpah ruah, mereka hidup enak dan serba berkecukupan. Dalam kondisi demikian, apakah keperkasaan mereka akan luluh?
Perang Teluk, salah satu ujian yang menimpa bangsa Arab. Ketika mereka dihadapkan pada sebuah pilihan sulit, apakah akan memilih bersusah payah mempertahankan diri dan kehormatan mereka dengan perjuangan mereka sendiri, seberat apapun. Ataukah memilih sebuah jalan pintas yang mudah, berlindung kepada kekuatan asing, kekuatan adi daya yang menjadikan bangsa Arab tak perlu bersusah payah mengatasi tantangan yang menimpanya.
Posisi sulit inilah yang membuat lebih banyak orang memaklumi keputusan mengundang pasukan asing bahkan menyediakan pangkalan bagi mereka. Namun bantuan dan perlindungan yang diberikan ini ternyata tidak gratis. Sebagai imbalannya, sedikit demi sedikit, pelan-pelan, iman yang mereka miliki ingin dilucuti. Imbasnya, mulai diposisikan menjauh dari perjuangan umat melawan kezhaliman di berbagai penjuru dunia. Gerakan dakwah dan perjuangan umat ini bahkan diposisikan sebagai ancaman atas kekuasaan mereka. Bahkan sebagian mereka ditempatkan di garis depan memadamkan perjuangan umat. Secara perlahan Kapitalisme, Sekulerisme, Westernisme dan Liberalisme ditancapkan pada mereka.
Di sisi lain, kekayaan melimpah yang mereka miliki seharusnya digunakan untuk amal-amal shalih yang bermanfaat. Namun sebagian dari mereka menggunakan untuk mencapai kemewahan duniawi dalam berbagai bentuknya, berlomba-lomba dengan gedung-gedung pencakar langit, berfoya-foya, menghambur-hamburkan uang, hingga berbagai bentuk kemaksiatan yang menyertainya. Dan sebagian simbol-simbol agama disisakan agar semuanya seolah-olah masih tampak religius.
Jauh hari Rasulullah telah memperingatkannya, dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Malaikat Jibril ketika ia bertanya tentang waktu terjadinya Kiamat: Akan tetapi aku akan menyebutkan kepadamu tanda-tandanya… (lalu beliau menyebutkan, di antaranya:) jika para pengembala kambing berlomba-lomba meninggikan bangunan, maka itulah di antara tanda-tandanya.” [HR Bukhari]
Sementara dalam riwayat Muslim diungkapkan, “Dan engkau menyaksikan orang yang tidak memakai sandal, telanjang lagi miskin yang mengembala domba, berlomba-lomba membuat bangunan yang tinggi.” Dan dijelaskan dalam riwayat Imam Ahmad dari Ibnu Abbas, beliau berkata:
“Wahai Rasulullah, dan siapakah para pengembala, orang yang tidak memakai sandal, dalam keadaan lapar dan yang miskin itu?” Beliau menjawab, “Orang Arab.”
Fenomena tenggelam dalam kemewahan dan kemaksiatan pada zaman ini memang sedang memuncak, bukan lagi monopoli bangsa Arab. Namun posisi bangsa Arab sebagai pelayan dua Masjid Suci semestinya membuat mereka menyadari akan tanggung jawab yang lebih besar. Dan ketika nafsu kapitalisasi ini menerjang hingga ke pelataran Masjidil Haram, kesakralan dan sikap zuhud di tempat suci ini luruh oleh berbagai bentuk fasilitas kemewahan duniawi, hotel-hotel mewah dan perbelanjaan. Tidakkah seharusnya orientasi pembangunan kawasan Tanah Suci adalah untuk memberikan pelayanan sebaik-baiknya bagi Para Tamu Allah, dengan mengutamakan kesahajaan dan kebersamaan, bukan kemewahan dan materialisme. Tidakkah mereka merasa khawatir ditimpa sesuatu dari Allah ketika apa yang mereka capai dalam puncaknya?
“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berfikir.” (QS: Yunus : 24)
Bangsa Arab, Bangsa yang mulia karena Islam, sekaligus memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap agama ini. Dan jika berpaling, Allah menjamin kehancurannya. Ketetapan Allah pasti terjadi, bagi mereka yang bisa terselamatkan, hendaklah berupaya semaksimal mungkin sebelum terlambat. Teringat akan sosok Raja Faisal, dengan keteguhannya terhadap agama ini, menjadi ibrah bagi generasi sesudahnya, agar mengikuti jejaknya.
Bagi orang yang beriman dan beramal shalih, tidak hanya janji kebahagiaan sejati di akherat, sebagian kebahagiaan itu terkadang sudah diberikan di dunia ini. Dan inilah kabar baik yang dijanjikan Rasulullah pada pewaris negeri Arab kelak, pada akhir zaman akan kembali subur dengan kebun-kebun dan sungai-sungai.
“Tidak akan datang hari kiamat sehingga negeri Arab kembali menjadi padang rumput dan sungai-sungai.”(HR Muslim)
“(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?” (QS. Muhammad : 15)
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An Nur : 55) (suara-islam)
Wallahu a’lam bishawab.

Tidak ada komentar: