Selasa, 21 Oktober 2014

Teman Dakwah, dalam Suka dan Dukanya

Bukan yang menemani saat ia dielu-elukan dan mendapatkan sanjungan, tetapi yang bersabar saat ia mendapatkan cercaan, terhina, dan harus menanggung malu bersamanya.

Bukan yang menemani ketika menjemput kemenangan dan disematkan penganugerahan, tapi yang tak berpaling ketika ia berlepotan dengan kotoran, bahkan tak risih membersihkannya.

Bukan saat-saat bermain-main dalam kegembiraan, tetapi setia pada saat-saat harus berlelah memikul beban. Bukan ketika menikmati buahnya, tetapi yang berpayah merawat dan menyianginya.

Tak meninggalkannya dalam keterpurukan, tak membiarkannya dalam kehinaan. Ketika kepercayaan terhadap dakwah ini terkoyak di depan mata, tapi kukuhnya keyakinan di dalam hati membuatnya tetap bertahan. Di antara ujian, fitnah dan rintangan yang menimpanya, ujian yang mesti dilewati bukan hanya kebaikan, tetapi juga keburukan.

Yang tak berpaling oleh fitnah yang menimpa, keteguhan yang tak goyah oleh prasangka, “Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.” Dan mengapa kamu tidak berkata, diwaktu mendengar berita bohong itu: “Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar.” (QS. An Nur: 12, 16)

Nilai kesabaran yang sesungguhnya, yang telah teruji. Nilai bagi mereka yang telah menempuh masa-masa sulitnya. Bukan sebatas pecundang, “Maka jika kamu ditimpa musibah ia berkata: "Sesungguhnya Tuhan telah menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama mereka. Dan jika kamu beroleh karunia (kemenangan) dari Allah, tentulah dia mengatakan seolah-oleh belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan dia: "Wahai kiranya saya ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar (pula).” (QS. An Nisa: 72-73)

Bukan yang menemaninya dalam gegap gempita, tetapi yang mengawali dari kesendirian, dari keterasingan. Ketika nilai sebuah pengorbanan lebih berarti, “Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hadid: 10)

Ridha menemani dalam menempuh kemudahan dan kesulitannya, manis dan pahitnya. Bukan sebatas mengharap keuntungan, tetapi merelakan pengorbanan, “Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: “Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu.” Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta.” (QS. At Taubah: 42)

Ridha baik ketika mendapatkan bagian, tetapi juga ridha ketika harus tersisih, “Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah. Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan RasulNya kepada mereka, dan berkata: “Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah,” (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka)”. (QS. At Taubah: 58-59)

Sebelum pengorbanan tak dibutuhkan lagi, dan tak berguna suatu amal, “Pada hari datangnya ayat dari Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: “Tunggulah olehmu sesungguhnya Kamipun menunggu (pula).” (QS. Al An’am: 158)

“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Baqarah: 254)

Bagi mereka yang telah menyisihkan dirinya, merelakan kepentingannya, “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (QS Al Baqarah: 207)

Dan Allah juga mempersiapkan balasan yang sebaik-baiknya, “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah: 111)

“Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Dan mereka tiada menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak (pula) yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal saleh pula) karena Allah akan memberi balasan kepada mereka yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. At Taubah: 120-121)

“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada doa mereka selain ucapan: “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali Imran: 146-148)

Tetapi teman sejati itu hanya sedikit, “Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.” (QS. Hud: 116)

Yang mendekat ketika kebanyakan manusia enggan, menyapa di saat orang lain menjauh, dan peduli ketika kebanyakan abai, akan berbuah kesan yang lebih membekas di sisi-Nya, dan kelak akan lebih berhak atas anugerah yang sesungguhnya, dalam kemenangannya.


Tidak ada komentar: