Minggu, 22 Juni 2014

Jangan Membuat Jokowi Terlalu Marah Ya...

Tentu kita sering mengeluh, tapi cobalah sudi mendengarkan keluhan orang lain. Apa yang dikeluhkan pengamat politik Arbi Sanit tentang Pilpres ini barangkali perlu kita cerna dengan bijak, “Sudah brutal. Baik yang dilakukan calon maupun timnya. Ini sudah sangat kalap, sudah main kayu ibaratnya.”

Pilpres ini beda, terasa panas dan tegang. Kompetisi melaju tanpa terkendali, memasuki rute yang membahayakan, tanpa memerhatikan lagi rambu-rambu kelayakan dan keselamatannya, sedang bangsa ini kian terhuyung-huyung. Sebelum benar-benar terjadi ‘boom’, cobalah berpikir untuk cooling down, melepaskan ego, memformat ulang langkah, berkolaborasi dalam suatu harmoni, bersama berayun menuju pintu gerbang tujuan, berkompetisi secara fair.

Negeri ini seperti di ambang chaos. Banyak yang sudah pasang kuda-kuda, main ancam, pokoknya tidak siap kalah, titik. Saling melepaskan kartu As, heboh foto Wimar Witoelar, transkrip percakapan Kejagung, tabloid obor, buku pink dan banyak lagi yang menjadi indikasi ke arah itu. Tak peduli harus membuat gol bunuh diri, yang penting penonton turun ke lapangan mengamuk.

Kita pernah merasakan sakitnya terfitnah, menjadi bulan-bulanan media tanpa mau tahu duduk persoalannya atau tertimpa black campaign, maka jangan melakukan tindakan seperti itu pada lawan kita. Kita marah jika lawan berbuat zhalim kepada kita, tapi mungkin juga kita atau teman kita pernah berbuat khilaf serupa pada lawan. Kita muak terhadap media yang berpihak pada lawan, sebaliknya lawan juga muak kepada media yang berpihak kepada kita.

Saat emosi dan kemarahan ingin ditumpahkan pada lawan, cobalah untuk bersikap lebih bijak, tidak mudah terpancing, barangkali tindakan mereka adalah ketidaksengajaan, miskomunikasi, atau bahkan ada pihak ketiga yang bermain, decoy operation, mengadu domba.

Saat-saat kita berhadapan secara frontal, saling ingin menjatuhkan dan menghancurkan, ingatlah kalau suatu saat mungkin kita akan saling membutuhkan, harus berpadu menghadapi suatu tantangan bersama, dan perseteruan ini kita sesali.

Bagi yang kalah, anggap saja sebagai kemenangan yang tertunda, masih ada kesempatan untuk meneruskan perjuangan, toh di setiap kompetisi biasa ada yang menang dan kalah.

Daripada kita hancur semua, kalah semua, lebih baik kita berbagi kememangan, agar menjadi kemenangan kita bersama.

Maka, jangan membuat (pendukung) Jokowi terlalu marah, agar apapun yang terjadi mereka tetap mengatakan, “Aku ra popo.” Juga sebaliknya, tentunya sebagai pesan untuk kedua belah pihak.

Hadapi kompetisi ini dengan maksimal, tapi tetap dewasa dan fair. Bersikap adil terhadap kawan dan lawan. Pilih yang terbaik. Menang secara sportif, kalah dengan terhormat.

Bravo sportifitas!

Tidak ada komentar: